Sabtu, 06 Agustus 2016

For Enci....



Ruptur Uteri

A.   Pengertian
Ruptura uteri atau robekan rahim merupakan peristiwa yang amat membahayakan baik untuuk ibu maupun untuk janin.
Ruptura uteri dapat terjadi secara komplet dimana robekan terjadi pada semua lapisan miometrium termasuk peritoneum dan dalam hal ini umumnya janin sudah berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati ; ruptura inkomplet , robekan rahim secara parsial dan peritoneum masih utuh.
Angka kejadian sekitar 0.5% Ruptura uteri dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma dan dapat terjadi pada uterus yang utuh atau yang sudah mengalami cacat rahim (pasca miomektomi atau pasca sectio caesar) serta dapat terjadi dalam pada ibu yang sedang inpartu (awal persalinan) atau belum inpartu (akhir kehamilan)
Kejadian ruptura uteri yang berhubungan dengan cacat rahim adalah sekitar 40% ; ruptura uteri yang berkaitan dengan low segmen caesarean section ( insisi tranversal ) adalah kurang dari 1% dan pada classical caesarean section ( insisi longitudinal ) kira kira 4% – 7%
Faktor resiko :
  1. Pasca sectio caesar ( terutama classical caesarean section )
  2. Pasca miomektomi ( terutama miomektomi intramural yang sampai mengenai seluruh lapisan miometrium )
  3. Disfungsi persalinan ( partus lama, distosia )
  4. Induksi atau akselerasi persalinan dengan oksitosin drip atau prostaglandin
  5. Makrosomia
  6. Grande multipara
B.   Diangnosis dan Penatalaksanaan
Gejala dan tanda ruptura uteri sangat ber variasi.Secara klasik, ruptura uteri ditandai dengan nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam berwarna merah segar serta keadaan janin yang memburuk.


Gejala ruptura uteri ‘iminen’ :
  1. Lingkaran retraksi patologis Bandl
  2. Hiperventilasi
  3. Gelisah – cemas
  4. Takikardia
Lingkaran Retraksi Patologis ( Lingkaran Bandl )
Setelah terjadi ruptura uteri, nyeri abdomen hilang untuk sementara waktu dan setelah itu penderita mengeluh adanya rasa nyeri yang merata dan disertai dengan gejala dan tanda:
  1. Abnormalitas detik jantung janin (gawat janin sampai mati)
  2. Pasien jatuh kedalam syok
  3. Bagian terendah janin mudah didorong keatas
  4. Bagian janin mudah diraba melalui palpasi abdomen
  5. Contour janin dapat dilihat melalui inspeksi abdomen
Robekan utrerus saat laparotomi
Bila sudah diagnosa dugaan ruptura uteri sudah ditegakkan maka tindakan yang harus diambil adalah segera memperbaiki keadaan umum pasien ( resusitasi cairan dan persiapan tranfusi ) dan persiapan tindakan laparotomi atau persiapan rujukan ke sarana fasilitas yang lebih lengkap.
Sebagai bentuk tindakan definitif maka bila tobekan melintang dan tidak mengenai daerah yang luas dapat dipertimbangkan tindakan histerorafia ; namun bila robekan uterus mengenai jaringan yang sangat luas serta sudah banyak bagian yang nekrotik maka tindakan terbaik adalah histerektomi.
C.   Pencegahan
Resiko absolut terjadinya ruptura uteri dalam kehamilan sangat rendah namun sangat bervariasi tergantung pada kelompok tertentu :
  1. Kasus uterus utuh
  2. Uterus dengan kelainan kongenital
  3. Uterus normal pasca miomektomi
  4. Uterus normal dengan riwayat sectio caesar satu kali
  5. Uterus normal dengan riwayat sectio lebih dari satu kali
Pasien dengan uterus normal dan utuh memiliki resiko mengalami ruptura uteri paling kecil ( 0.013% atau 1 : 7449 kehamilan )
Strategi pencegahan kejadian ruptura uteri langsung adalah dengan memperkecil jumlah pasien dengan resiko ; kriteria pasien dengan resiko tinggi ruptura uteri adalah:
  1. Persalinan dengan SC lebih dari satu kali
  2. Riwayat SC classic ( midline uterine incision )
  3. Riwayat SC dengan jenis “low vertical incision “
  4. LSCS dengan jahitan uterus satu lapis
  5. SC dilakukan kurang dari 2 tahun
  6. LSCS pada uterus dengan kelainan kongenital
  7. Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan per vaginam
  8. Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC
  9. Riwayat SC dengan janin makrosomia
  10. Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomi Ibu hamil dengan 1 kriteria diatas akan memiliki resiko 200 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil umumnya
D.   Contoh Jurnal

Seorang wanita berusia 27 tahun dengan gravida 3, para 2, dirawat di rumah sakit Ethiopia karena nyeri perut berat selama persalinannya, dengan penghentian kontraksi. 
Kondisi kesehatan pasien baik. Pasien juga menerima perawatan kehamilan normal (4 kali kunjungan) disebuah pusat kesehatan didekat rumah sakit ini selama kehamilan, yang dimulai pada usia 20 minggu kehamilan. Dia memiliki riwayat kelahiran pervaginam 5 tahun yang lalu dengan bobot badan lahir bayi sebesar 2800 gram, dan 3 tahun yang lalu pasien ini mengalami persalinan dengan bayi meninggal dunia,

 penyebab kematian bayi dan berat lahir bayi tidak diketahui, otopsi tidak dilakukan. Ultrasonografi (USG) selama kehamilan ini belum dilakukan. Semua kehamilan berasal dari ayah yang sama. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit atau prosedur pembedahan. Pasien juga tidak melakukan sirkumsisi. Pasien tinggal didaerah pedesaan terpencil di Ethiopia Utara dan tinggal bersama suami dan anak-anaknya.

Pada beberapa hari sebelum masuk di rumah sakit, diusia kehamilan yang telah mencukupi untuk melahirkan, persalinan spontan dimulai dirumahnya dengan dibantu oleh seorang dukun beranak. Sekitar 24 jam sebelum masuk rumah sakit, dia mulai aktif mendorong/mengedan. Sekitar 3 jam sebelum masuk rumah sakit terjadi perdarahan pervagina secara tiba-tiba yang disertai nyeri yang parah dan diikuti dengan penghentian kontraksi yang progresif. Pasien kemudian dibawa ke rumah sakit dengan hanya ditemani suaminya setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam. Pasien dibawa ke rumah sakit Ayder, sebuah rumah sakit pendidikan untuk College of Health Sciences at Mekelle University in Mekelle, Ethiopia.

Pada pemeriksaan awal, pasien dinyatakan sadar dengan kondisi pucat dan lemah. Tekanan darah 60/30 mm Hg dengan denyut nadi 112 denyut permenit dan lemah. Membran mukosa kering dan konjungtiva putih. Perut buncit tidak teratur. Pada bagian perut yang teraba adanya janin, bunyi jantung janin tidak terdengar, ada pergeseran perut kusam, dan adanya sensasi perut. Hematokrit 12%. Cairan infus diserap dengan cepat.  Setelah 30 menit kedatangan pasien dilakukan sebuah prosedur.

14 komentar: