Ruptura uteri dapat terjadi secara komplet dimana robekan terjadi pada semua lapisan miometrium termasuk peritoneum dan dalam hal ini umumnya janin sudah berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati ; ruptura inkomplet , robekan rahim secara parsial dan peritoneum masih utuh.
Angka kejadian sekitar 0.5%
Ruptura uteri dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma dan dapat terjadi pada uterus yang utuh atau yang sudah mengalami cacat rahim (pasca miomektomi atau pasca sectio caesar) serta dapat terjadi dalam pada ibu yang sedang inpartu (awal persalinan) atau belum inpartu (akhir kehamilan)
Kejadian ruptura uteri yang berhubungan dengan cacat rahim adalah sekitar 40% ; ruptura uteri yang berkaitan dengan low segmen caesarean section ( insisi tranversal ) adalah kurang dari 1% dan pada classical caesarean section ( insisi longitudinal ) kira kira 4% – 7%
Faktor resiko :
- Pasca sectio caesar ( terutama classical caesarean section )
- Pasca miomektomi ( terutama miomektomi intramural yang sampai mengenai seluruh lapisan miometrium )
- Disfungsi persalinan ( partus lama, distosia )
- Induksi atau akselerasi persalinan dengan oksitosin drip atau prostaglandin
- Makrosomia
- Grande multipara
Gejala dan tanda ruptura uteri sangat ber variasi.
Secara klasik, ruptura uteri ditandai dengan nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam berwarna merah segar serta keadaan janin yang memburuk.
Gejala ruptura uteri ‘iminen’ :
- Lingkaran retraksi patologis Bandl
- Hiperventilasi
- Gelisah – cemas
- Takikardia
Lingkaran Retraksi Patologis ( Lingkaran Bandl )
Setelah terjadi ruptura uteri, nyeri abdomen hilang untuk sementara waktu dan setelah itu penderita mengeluh adanya rasa nyeri yang merata dan disertai dengan gejala dan tanda:
- Abnormalitas detik jantung janin (gawat janin sampai mati)
- Pasien jatuh kedalam syok
- Bagian terendah janin mudah didorong keatas
- Bagian janin mudah diraba melalui palpasi abdomen
- Contour janin dapat dilihat melalui inspeksi abdomen
Robekan utrerus saat laparotomi
Bila sudah diagnosa dugaan ruptura uteri sudah ditegakkan maka tindakan yang harus diambil adalah segera memperbaiki keadaan umum pasien ( resusitasi cairan dan persiapan tranfusi ) dan persiapan tindakan laparotomi atau persiapan rujukan ke sarana fasilitas yang lebih lengkap.
Sebagai bentuk tindakan definitif maka bila tobekan melintang dan tidak mengenai daerah yang luas dapat dipertimbangkan tindakan histerorafia ; namun bila robekan uterus mengenai jaringan yang sangat luas serta sudah banyak bagian yang nekrotik maka tindakan terbaik adalah histerektomi.
PENCEGAHAN
Resiko absolut terjadinya ruptura uteri dalam kehamilan sangat rendah namun sangat bervariasi tergantung pada kelompok tertentu :
- Kasus uterus utuh
- Uterus dengan kelainan kongenital
- Uterus normal pasca miomektomi
- Uterus normal dengan riwayat sectio caesar satu kali
- Uterus normal dengan riwayat sectio lebih dari satu kali
Strategi pencegahan kejadian ruptura uteri langsung adalah dengan memperkecil jumlah pasien dengan resiko ; kriteria pasien dengan resiko tinggi ruptura uteri adalah:
- Persalinan dengan SC lebih dari satu kali
- Riwayat SC classic ( midline uterine incision )
- Riwayat SC dengan jenis “low vertical incision “
- LSCS dengan jahitan uterus satu lapis
- SC dilakukan kurang dari 2 tahun
- LSCS pada uterus dengan kelainan kongenital
- Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan per vaginam
- Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC
- Riwayat SC dengan janin makrosomia
- Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomi
Bgus skali materinya zay..
BalasHapusBagus say..
BalasHapusok
Hapuskeren bun.
BalasHapusMantap say
BalasHapusok
HapusWauhhhh ruptur uteru..
BalasHapuswow
BalasHapuskeren
BalasHapuskeren
BalasHapus